Kebijakan moneter pada dasarnya merupakan suatu kebijakan yang bertujuan untuk mencapai keseimbangan internal (pertumbuhan ekonomi yang tinggi, stabilitas harga, pemerataan pembangunan) dan keseimbangan eksternal (keseimbangan neraca pembayaran) serta tercapainya tujuan ekonomi makro, yakni menjaga stabilisasi ekonomi yang dapat diukur dengan kesempatan kerja, kestabilan harga serta neraca pembayaran internasional yang seimbang. Apabila kestabilan dalam kegiatan perekonomian terganggu, maka kebijakan moneter dapat dipakai untuk memulihkan (tindakan stabilisasi). Pengaruh kebijakan moneter pertama kali akan dirasakan oleh sektor perbankan, yang kemudian ditransfer pada sektor riil.
Kebijakan moneter adalah upaya untuk mencapai tingkat pertumbuhan ekonomi yang tinggi secara berkelanjutan dengan tetap mempertahankan kestabilan harga. Untuk mencapai tujuan tersebut Bank Sentral atau Otoritas Moneter berusaha mengatur keseimbangan antara persediaan uang dengan persediaan barang agar inflasi dapat terkendali, tercapai kesempatan kerja penuh dan kelancaran dalam pasokan/distribusi barang.Kebijakan moneter dilakukan antara lain dengan salah satu namun tidak terbatas pada instrumen sebagai berikut yaitu suku bunga, giro wajib minimum, intervensi dipasar valuta asing dan sebagai tempat terakhir bagi bank-bank untuk meminjam uang apabila mengalami kesulitan likuiditas.
ERA KRISIS MONETER DI INDONESIA
- Diawali krisis nilai tukar pada pertegahan 1997 PDB pada tahun 1998 turun hingga -13,68%, pada tahun 1997 PDB sebesar 4,65%
- Laju inflasi melonjak menjadi 77,63%, dibandingkan 11,05% pada tahun 1997
Beberapa faktor yang menyebabkan kondisi perbankan nasional rentan terhadap gejolak ekonomi, al:
- Adanya jaminan terselubung dari BI atas kelangsungan hidup suatu bank untuk mencegah kegagalan sistematik, dalam industri perbankan telah menimbulkan moral hazard pemilik & pengelola bank
- Sistem pengawasan BI yang kurang efektif
- Besarnya pemberian kredit & jaminan secara langsung atau tidak lansung kepada individu atau kelompok menyebabkan kredit macet & pelanggaran BMPK
- Lemahnya kemampuan manajerial bank telah mengakibatkan penurunan kualitas aktiva produktifnya & peningkatan risiko yang dihadapi bank
- Kurang transparannya informasi mengenai kondisi perbankan
1 Nopember 1997 memulai langkah program penyehatan perbankan, dengan melikuidasi 16 bank yang insolvent
- Memberikan BLBI
- Rekapitalisasi di sektor perbankan & sektor riil dengan memperoleh dukungan teknis & keuangan dari IMF
- Pemulihan Perbankan
- Semakin meningkatnya penarikan dana masyarakat dari perbankan
- Meningkatnya non performing assets terutama portfolio kredit
- Jumlah bank yang mengalami kesulitan bertambah, yang berakhir dengan pengambilalihan atau bank take over (BTO), Pembekuan Kegiatan Operasional (BBO),
Pembekuan Kegiatan Usaha (BBU).
Penandatangana LOI dengan IMF pada tanggal 15 Januari 1998 Upaya pemulihan kepercayaan masyarakat terhadap perbankan:
- Melaksanakan program penjaminan pemerintah
- Membentuk BPPN pada 27 Januari 1998 dengan keppres no. 27 th 1998 dan dikukuhkan dalam UU no.10 th 1998
- Melaksanakan rekapitalisasi perbankan
KEBIJAKAN YANG DI PEMERINTAH
- STABILISASI & REHABILITASI EKONOMI
Pada awal orde baru, untuk mengatasi kondisi perekonomian yang sangat memprihatinkan. Angka inflasi diperkirakan 650% Kebijakan yang diambil:
- Mengubah kebijakan anggaran defisit menjadi anggaran berimbang
- Menjalankan kebijakan kredit yang sangat ketat & kualitatif, dengan cara:
- Menetapkan tingkat bunga kredit bagi bank-bank pemerintah
- Penyaluran kredit yang sangat efektif
- Menerbitkan tata cara pemberian kredit perbankan
- Menawarkan tingkat bunga deposito yang tinggi
- Bebas pengusutan asal usul uang yang didepositokan
- Jaminan pembayaran kembali oleh Bank Indonesia
- Bebas pajak
- Pengetataan rahasia bank terhadap pemilik deposan
- Mengeluarkan UU No. 13 tahun 1968 tentang Bank Indonesia
Sumber : estiningsih.staff.gunadarma
Wikipedia
Tidak ada komentar:
Posting Komentar